1.-) Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam bahasa Belanda yang meksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.
-)Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
2.
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
Hukum perdata ialah aturan-aturan
hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat
maupun pergaulan keluarga.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua,
yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material
mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata
formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila
dilanggar oleh orang lain.
|
Hukum pidana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain,
atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan
menitik beratkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan
peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
hidupnya.
Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu
dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu
kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud.
Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi
dalam suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan
ganti kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang dalam
menunjukkan bahwa benar telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak
dilaksanakannya suatu kesepakatan.
|
|
PERBEDAAN
DALAM ISI
|
|
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
1.
Hukum keluarga
2.
Hukum harta kekayaan
3.
Hukum benda
4.
Hukum Perikatan
5.
Hukum Waris
|
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu
hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil). Hukum privat adalah hukum yg
mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg
mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya.
Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum
pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum
pidana formil.
Hukum Pidana Formil yaitu mencakup cara melakukan atau
pengenaan pidana.
Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak
pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi).
|
|
PERBEDAAN
DALAM SISTIMATIKANYA
|
|
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
KUHPerdata
terdiri dari 4 bagian yaitu :
1.
Buku kesatu tentang Orang/ Van
Personnenrecht
Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum,
hukum perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris.
· Bab I- Tentang menikmati dan
kehilangan hak-hak kewargaan
· Bab II- Tentang akta-akta catatan
sipil
· Bab III- Tentang tempat tinggal
atau domisili
· Bab IV- Tentang perkawinan
· Bab V- Tentang hak dan kewajiban
suami-istri
· Bab VI- Tentang harta-bersama
menurut undang-undang dan pengurusannya
· Bab VII- Tentang perjanjian
Perkawinan
· Bab VIII- Tentang gabungan
harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
· Bab IX- Tentang pemisahan
harta-benda
· Bab X- Tentang pembubaran
perkawinan
· Bab XI- Tentang pisah meja dan
ranjang
· Bab XII- Tentang keayahan dan asal
keturunan anak-anak
· Bab XIII- Tentang kekeluargaan
sedarah dan semenda
· Bab XIV- Tentang kekuasaan orang
tua
· Bab XIVA- Tentang penentuan,
perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
· Bab XV- Tentang kebelumdewasaan
dan perwalian
· Bab XVI- Tentang pendewasaan
· Bab XVII- Tentang pengampuan
· Bab XVIII- Tentang keadaan tak
hadir
2.
Buku kedua tentang Kebendaan/
Zaakenrecht
Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek hak
manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas
merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki (dimiliki) oleh seseorang.
Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak
ketiga.
· Bab I- Tentang kebendaan dan cara
membeda-bedakannya
· Bab II- Tentang kedudukan berkuasa
(bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya
· Bab III- Tentang hak milik
(eigendom)
· Bab IV- Tentang hak dan kewajiban
antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan
· Bab V- Tentang kerja rodi
· Bab VI- Tentang pengabdian
pekarangan
· Bab VII- Tentang hak numpang
karang
· Bab VIII- Tentang hak usaha (erfpacht)
· Bab IX- Tentang bunga tanah dan
hasil sepersepuluh
· Bab X- Tentang hak pakai hasil
· Bab XI- Tentang hak pakai dan hak
mendiami
· Bab XII- Tentang perwarisan karena
kematian
· Bab XIII- Tentang surat wasiat
· Bab XIV- Tentang pelaksana wasiat
dan pengurus harta peninggalan
· Bab XV- Tentang hak memikir dan
hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan
· Bab XVI- Tentang hal menerima dan
menolak suatu warisan
· Bab XVII- Tentang pemisahan harta
peninggalan
· Bab XVIII- Tentang harta
peninggalan yang tak terurus
· Bab XIX- Tentang piutang-piutang
yang diistimewakan
· Bab XX- Tentang gadai
· Bab XXI- Tentang hipotik
3.
Buku ketiga tentang Perikatan/
Verbintenessenrecht
Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud
penggunaan kata “Perikatan” di sini lebih luas dari pada kata perjanjian.
Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber
dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum
(onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang
lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang
perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian,
perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak
dan kewajiban perseorangan.
Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht), atau
sering juga disebut sifat terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan,
apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur
secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak
terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat
disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian,
secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara
khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi
terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang). Sedangkan
aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian,
syarat pembatalan perjanjian).
· Bab I- Tentang perikatan-
perikatan umumnya
· Bab II- Tentang
perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian
· Bab III- Tentang
perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang
· Bab IV- Tentang hapusnya
perikatan-perikatan
· Bab V- Tentang jual-beli
· Bab VI- Tentang tukar-menukar
· Bab VII- Tentang sewa-menyewa
· Bab VIIA- Tentang perjanjian-perjanjian
untuk melakukan pekerjaan
· Bab VIII- Tentang persekutuan
· Bab IX- Tentang perkumpulan
· Bab X- Tentang hibah
· Bab XI - Tentang penitipan barang
· Bab XII- Tentang pinjam pakai
· Bab XIII- Tentang pinjam-meminjam
· Bab XIV- Tentang bunga tetap atau
bunga abadi
· Bab XV- Tentang
perjanjian-perjanjian untung-untungan
· Bab XVI- Tentang pemberian kuasa
· Bab XVII- Tentang penanggungan
utang
· Bab XVIII - Tentang perdamaian
4.
Buku keempat Tentang pembuktian
dan daluwarsa Verjaring en Bewijs
Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa.
Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (Herzine
Indonesisch Reglement/ HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang
pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat
bukti yaitu :
· a. Surat-surat
· b. Kesaksian
· c. Persangkaan
· d. Pengakuan
· e. Sumpah
Daluwarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka
waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik
(acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan
dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu
diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu
hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan
seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
· Bab I- Tentang pembuktian pada
umumnya
· Bab II- Tentang pembuktian dengan
tulisan
· Bab III- Tentang pembuktian dengan
saksi-saksi
· Bab IV- Tentang
persangkaan-persangkaan
· Bab V- Tentang pengakuan
· Bab VI- Tentang sumpah di muka
hakim
· Bab VII- Tentang daluwarsa
|
KUHPidana terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1.
Buku kesatu tentang aturan umum
Yaitu berlaku untuk seluruh hokum pidana. Ketentuan dalam
buku kesatu juga berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh peraturan dan
perundangan lain diancam dengan pidana kecuali kalau ditentukan lain oleh
undang-undang.
Dalam buku kesatu menganut asas legalitas/ principle of
legalitas. Yaitu “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praeve Legc”,
artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu.
dalam asas tersebut terkandung maksud:
a.
Tidak ada perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih daahulu belum dinyatakan
dalam suatu peraturan perundang-undangan
b.
Aturan hukum pidana tidak berlaku
surut.
Untuk memidana seseorang dikenal dengan asas “Tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan”.
· Bab I- Tentang batas-batas
berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan
· Bab II- Tentang pidana
· Bab III- Tentang hal-hal yang
menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pidana
· Bab IV- Tentang percobaan
· Bab V Tentang penyertaan dalam
tindak pidana
· Bab VI- Tentang perbarengan tindak
pidana
· Bab VII- mengajukan dan menarik
kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas
pengaduan
· Bab VIII- Tentang hapusnya
kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana
· Bab IX- Tentang arti beberapa
istilah yang dipakai dalam kitab undang-undang
2.
Buku kedua tentang kejahatan
Berlaku untuk semua jenis kejahatan. Misalnya: pencurian,
penipuan dan lain-lain.
· Bab I- Tentang kejahatan terhadap
keamanan negara
· Bab II- Tentang
kejahatan-kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil presiden
· Bab III- Tentang
kejahatan-kejahatan terhadap Negara sahabat dan terhadap kepada Negara
sahabat serta wakilnya
· Bab IV- Tentang kejahatan terhadap
melakukan kewajiban dan hak kenegaraan
· Bab V- Tentang kejahatan terhadap
ketertiban umum
· Bab VI- Tentang perkelahian
tanding
· Bab VII- Tentang kejahatan yang
membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang
· Bab VIII- Tentang kejahatan
terhadap penguasa umum
· Bab IX- Tentang sumpah palsu dan
keterangan palsu
· Bab X- Tentang pemalsuan mata uang
dan uang kertas
· Bab XI- Tentang pemalsuan materai
dan merek
· Bab XII- Tentang pemalsuan surat
· Bab XIII- Tentang kejahatan
terhadap asal usul dan perkawinan
· Bab XIV- Tentang kejahtan terhadap
kesusilaan
· Bab XV- Tentang meninggalkan orang
yang perlu ditolong
· Bab XVI- Tentang penghinaan
· Bab XVII- Tentang Pemalsuan surat
· Bab XVIII- Tentang kejahatan
terhadap kemerdekaan orang
· Bab XIX- Tentang kejahatan
terhadap nyawa
· Bab XX- Tentang Penganiayaan
· Bab XXI- Tentang menyebabkan mati
atau luka-luka karena kealpaan
· Bab XXII- Tentang pencurian
· Bab XXIII- Tentang pemerasan dan
pengancaman
· Bab XXIV- Tentang penggelapan
· Bab XXV- Tentang perbuatan curang
· Bab XXVI- Tentang perbuatan
merugikan pemiutang atau orang yang mempunyai hak
· Bab XXVII- tentang menghancurkan
atau merusakkan barang
· Bab XXVIII- Tentang kejahatan
jabatan
· Bab XXIX- Tentang kejahatan
pelayaran
· Bab XXXA- Tentang kejahatan
penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/ prasarana penerbangan
· Bab XXX- Tentang penadahan
penerbitan dan percetakan
· Bab XXXI- Tentang aturan tentang
pengulangan kejahatan yang bersangkutan dengan berbagai bab
3.
Buku ketiga tentang pelanggaran.
Yaitu pelanggaran terhadap ketertiban umum. Misalnya:
pengemisan, penggelandangan, dan lain-lain.
· Bab I- Tentang pelanggaran
keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan
· Bab II- Tentang pelanggaran
ketertiban umum
· Bab III- Tentang pelanggaran
terhadap penguasa umum
· Bab IV- Tentang pelanggaran
mengenai asal usul dan perkawinan
· Bab V- Tentang pelanggaran
terhadap orang yang memerlukan pertolongan
· Bab VI- Tentang pelanggaran
kesusilaan
· Bab VII- Tentang pelanggaran
mengenai tanah, tanaman dan pekarangan
· Bab VIII- Tentang pelanggaran
jabatan
· Bab IX- Tentang pelanggaran
pelayanan
|
|
PERBEDAAN
DALAM DASAR BERLAKUNYA HUKUM DI INDONESIA
|
|
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
Yang menjadi dasar berlakunya BW di Indonesia adalah pasal
1 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi :
“segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakannya aturan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”
|
Asas
berlakunya hukum pidana adalah asas legalitas pasal 1(1) KUHPidana
Yaitu
yang berbunyi:
1.
Sesuatu perbuatan tidak dapat
dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentungan perundang-undangan pidana
yang telah ada
2.
Bilamana ada perubahan dalam
perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya
|
|
PERBEDAAN
DALAM MENGATUR
|
|
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang satu
dengan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.
Misal: A merupakan anggota kelompok simpan pinjam “MAWAR
BERSEMI”. Pada waktu meminjam dana pada “MAWAR BERSEMI” si A terikat kontrak
dengan program “MAWAR BERSEMI”. Hubungan hukum antara A dan “MAWAR BERSEMI”
dikenai aturan hukum perdata. Bila dikemudian hari A tidak mau mengembalikan
uang yang dipinjamnya, tindakan ini akan dikenai aturan hukum perdata
|
hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara
seorang anggota masyarakat (sebagi warga Negara) dengan Negara (sebagai
penguasa tata tertib masyarakat).
Misal: Ketua kelompok UEP “MELATI PUTIH” Tidak menyerahkan
setoran anggota kelompoknya kepada UEP “MELATI PUTIH”, tetapi digunakan untuk
kepentingan pribadi. Maka perbuatan tersebut termasuk tindak pidana, yaitu
masuk dalam klausul delik pidana penggelapan
|
|
PERBEDAAN
DALAM PENERAPAN
|
|
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
Pelanggaran terhadap aturan hukum perdata baru dapat
diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak
berkepentingan yang merasa dirugikan (disebut: penggugat)
Pelanggaran terhadap hukum perdata
diambil diambil tindakan oleh pengadilan setelah adanya pengaduan dari pihak
ynag merasa dirugikan. Pihak yang mengadu tersebut menjadi penggugat dalam
perkara tersebut.
|
Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana segera diambil
tindakan oleh aparat hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan,
kecuali tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan seperti perkosaan,
kekerasan dalam rumah tangga, pencurian oleh keluarga, dll.
Pelanggaran terhadap hukum pidana
pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa perlu ada
pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah ada pelanggaran terhadap norma
hukum pidana, maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan
hakim segera bertindak.
1.
Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada
pihak yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Dan yang
menjadi penggugat adalah Jaksa (Penuntut Umum)
2.
Terhadap beberapa tindak pidana tertentu tidak akan
diamabil tindakan oleh pihak yang berwajib jika tidak diajukan pengaduan,
misalnya perzinahan,pencurian, perkosaan dsb.
|
|
PERBEDAAN
PENAFSIRAN
|
|
|
HUKUM
PERDATA
|
HUKUM
PIDANA
|
|
Hukum perdata memperbolehkan untuk
melakukan berbagai interpretasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata.
|
Hukum pidana hanya boleh ditafsirkan
menurut arti kata dalam Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri. (penafsiran
authentuik)
|
3. 1. Mahkamah Agung (MA)
(-) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan dibawah UU,dan mempunyai wewenang lainnya yang di berikan
oleh UU.(-) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
(-) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi.
2. Mahkamah Konstitusi (MK)

(-) Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan kepada UUD 1945, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus hasil perselisihan hasil Pemilihan Umum.
(-) Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
4. Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar